Pengantar

Selamat datang di blog saya, House of Thinkers, sebagai wahana untuk saling berdiskusi dan berbagi mengenai berbagai hal khususnya terkait dengan politik luar negeri dan hubungan internasional.

Blog ini berisi berbagai ulasan yang disajikan dalam format paper. Paper tersebut ada yang orisinal dan ada juga yang berupa rangkuman pendapat dari para pakar. Mohon maaf sebelumnya sekiranya terdapat kesalahan atau ketidakakuratan ataupun kealpaan dalam menyajikan referensi.

Semoga blog ini memberikan manfaat

Terima kasih

Selasa, 29 Desember 2009

Politik Luar Negeri Dan Peningkatan Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Politik Luar Negeri Dan
Peningkatan Ketahanan Pangan dan Energi Nasional


Pendahuluan

Kenaikan harga bahan pangan beberapa waktu yang lalu terjadi seiring dengan meningkatnya harga minyak bumi. Kenaikan bahan pangan dan minyak tersebut telah telah memicu kekhawatiran yang luar biasa terhadap makin menurunnya kualitas hidup masyarakat secara umum karena makin rendahnya daya beli terhadap kebutuhan hidup utama yaitu pangan dan energi. Berbagai penyebab kenaikan tersebut antara lain 1) penurunan tingkat produksi bahan pangan karena menurunnya produktifitas, kegagalan panen karena perubahan iklim, alih guna lahan pertanian menjadi lahan industri, infrastruktur pemukiman dll, 2) Peningkatan konsumsi di beberapa belahan dunia yang pertumbuhan ekonominya pesat seperti China dan India, 3) Penurunan stock di pasaran internasional akibat menurunnya produksi dunia. Hal ini diperparah oleh kebijakan pemerintah produsen pangan utama yang membatasi ekspor berasnya guna menjaga harga ditingkat domestik dapat terjangkau.

Kenaikan harga pangan dunia telah membawa dampak politik, ekonomi dan sosial yang sangat mengkhawatirkan. Kenaikan tersebut telah menyebabkan bahan pangan menjadi komoditas yang semakin sulit terjangkau dan telah menambah jumlah penduduk yang mengalami kekurangan pangan dan gizi yang berakibat pada peningkatan angka kematian.

Bagi Indonesia, kenaikan harga pangan dan energi telah memberikan dampak yang sangat memberatkan terhadap tingkat hidup rakyat khususnya dari golongan ekonomi lemah. Kenaikan tersebut telah semakin menurunkan tingkat daya beli masyarakat ditengah-tengah tingkat pengangguran yang masih tinggi dan relatif konstannya tingkat upah yang masih relatif rendah. Akibatnya jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan diperkirakan kembali meningkat menjadi sekitar 47 juta orang. Kenaikan harga minyak juga semakin menambah beban APBN yang harus menutup kebutuhan subsidi minyak yang meskipun telah dilakukan kenaikan harga sebesar 28,7 % namun semakin naiknya harga minyak sampai 130 dollar per barel membuat beban subsidi tetap semakin besar. Besarnya alokasi subsidi tersebut mempersempit ruang gerak pemerintah di bidang anggaran khususnya untuk alokasi bagi pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan, pendidikan, pembangunan sosial dan lain-lain.

Ketahanan Pangan dan Energi

Ketahanan pangan merupakan terjaminnya akses fisik dan secara ekonomi terhadap pangan yang bergizi, aman dan mencukupi untuk semua orang dalam waktu yang berkesinambungan guna mencapai hidup yang sehat dan aktif tanpa resiko kehilangan akses tersebut. Ketahanan pangan sebenarnya tidak sepenuhnya ditentukan oleh ketersediaan pangan yang melimpah, tetapi dengan terpenuhinya pangan rumah tangga yang berarti kecukupan pangan yang merata, terjangkau baik dalam jumlah, mutu maupun keamanannya. Dalam hal itu, akses kecukupan pangan lebih menentukan ketahanan pangan daripada ketersediannya. Dengan demikian sistem ketahanan pangan dikatakan mantap apabila telah mampu memberikan jaminan bahwa semua kalangan masyarakat setiap saat pasti memperoleh makanan yang cukup sesuai dengan norma gizi untuk kehidupan yang sehat dan produktif.

Ketahanan pangan nasional selama ini diusahakan melalui kebijakan swasembada pangan dan stabilitas harga yang diindikasikan dengan adanya kemampuan menjamin harga dasar yang ditetapkan melalui pengadaan pangan dan operasi pasar. Namun sebenarnya saat ini yang terpenting dalam masalah ketahanan pangan adalah lebih dipusatkan pada akses masyarakat untuk memperoleh pangan dengan meningkatkan kegiatan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pendapatan. UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan mengamanatkan bahwa Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab mewujudkan ketahanan pangan. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengedilan dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Selanjutnya masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi dan penyediaannya, perdagangan dan distribusi serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan bergizi. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk untuk meningkatkan ketahanan pangan. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan peningkatan produksi dan diversifikasi pangan, perluasan areal pertanian, perbaikan infrastruktur pertanian dll.

Sementara itu ketahanan energi merupakan jaminan keamanan pasokan energi yang mencakup keamanan transportasi serta stabilitas harga di pasaran. Kebijakan energi merupakan kebijakan yang bersifat multisektor yang tercermin dari UU No. 30 Tahun 2007 mengenai Energi. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa kebijakan energi nasional adalah kebijakan pengelolaan energi berdasarkan prinsip keadilan. Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian dan ketahanan energi nasional. Energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi berkeadilan, peningkatan nilai tambah, berkelanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional. UU No. 30 Tahun 2007 juga antara lain menyebutkan berisikan target dan keharusan pemanfaatan energi baru dan terbarukan diantaranya melalui pengembangan bio energi. Di samping itu sebagai upaya diversifikasi sumber energi, pengembangan bio energi juga bertujuan untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan kemakmuran masyarakat.

Berbagai upaya yang dilakukan tersebut nampaknya belum memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Terdapat beberapa kelemahan dalam kebijakan dan implementasi program pembangunan ketahanan pangan dan energi, yaitu antara lain ketimpangan kebijakan makro dan mikro ekonomi yang memberikan perhatian yang besar pada kepentingan non-pertanian, pembangunan pertanian yang bias perkotaan, lemahnya sinergi agribisnis dan ketahanan pangan, bias pembangunan pada beras dan lemahnya kelompok pendukung kebijakan dan tidak adanya sistem yang dapat menstabilkan harga dan melindungi kepentingan petani sebagai produsen yang rentan terhadap fluktuasi harga. Sementara itu kebijakan pemerintah untuk penjaminan ketersediaan pasokan energi dalam negeri, peningkatan produksi minyak mentah, diversifikasi sumber energi juga belum memenuhi harapan karena lemahnya daya dukung infrastruktur energi serta kurangnya dukungan semua pihak dalam kebijakan konversi energi dll. Tantangan yang dihadapi sektor energi akan semakin berat tidak hanya karena Indonesia sudah menjadi net importir minyak ditengah harga minyak dan tingkat konsumsi yang terus melambung, tetapi juga tantangan dan kebutuhan ke depan unutk memberikan layanan energi yang bersih semakin besar.

Kenaikan harga pangan dan energi baru-baru ini bukan saja memberikan tantangan yang berat namun sebenarnya membuka peluang bagi revitalisasi sektor pertanian dan energi Indonesia. Tantangan dan peluang yang muncul dari permasalahan pangan dan energi saat ini menginsyaratkan perlunya perubahan strategis dalam pembangunan pangan dan energi nasional. Selain itu, dampak kenaikan harga pangan dan energi tersebut dirasakan bukan saja di Indonesia namun hampir di semua negara khususnya oleh masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah. Hal ini mensyaratkan perlunya pengembangan kerjasama internasional, mengingat hakekat permasalahan dan upaya penanganan bersifat lintas negara. Dalam kerangka itu Departemen luar Negeri sebagai instansi yang menjalankan fungsi sebagai koordinator hubungan luar negeri diharapkan memiliki peran yang sentral dalam upaya mencapai kepentingan nasional dalam peningkatan ketahanan pangan dan energi. Saat ini merupakan waktu yang tepat bagi Deplu untuk mengambil inisiatif ke depan secara lebih terencana dan konkrit menyusun strategi perjuangan diplomasi di bidang pangan dan energi sehingga dapat mengambil manfaat dan memainkan peran untuk mempengaruhi kebijakan pangan dan energi baik pada tingkat regional maupun global untuk mendukung ketahanan pangan dan energi nasional.

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual terkait dengan Pendayagunaan Sumber Daya Genetic, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional

Perlindungan terhadap Hak kekayaan Intelektual terkait dengan Pendayagunaan Sumber Daya Genetic, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional

Perlindungan terhadap pendayagunaan Sumber daya genetika Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Folklore (Genetic Resource, Traditional Knowledge and Folklore (GRTKF) telah menjadi pembicaraan yang hangat dalam beberapa tahun terakhir ini. Perlunya perlindungan tersebut disebabkan karena negara-negara berkembang mulai menggugat manfaat hak kekayaan intelektual (HKI) bagi masyarakat di negara-negara berkembang paska diadakannya Perjanjian Perdagangan terkait HKI (TRIPs – Trade- related Aspect of Intellectual Property Rights). Menurut kelompok negara berkembang, HKI dalam prakteknya ternyata hanya berpihak kepada kepentingan negara-negara maju namun kurang mengakomodir potensi-potensi yang ada di negara-negara berkembang dan terbelakang . Gugatan tersebut juga disebabkan oleh maraknya tindakan peneliti asing terutama dari negara-negara maju yang mengambil sumber daya genetika, pengetahuan tradisional dan ekspresi folklore dari masyarakat yang hidup di negara-negara berkembang, selanjutnya mendaftarkan GRTKF tersebut di negara-negara maju seperti AS dan Eropa dengan menggunakan rejim perlindungan HKI .

GRTKF merupakan bagian yang penting dari suatu warisan budaya yang dimiliki oleh suatu bangsa. Sebagian besar pengetahuan tradisional yang hidup di lingkungan masyarakat negara berkembang merupakan bagian integral dari ritual keagamaan dan budaya. Sejarah membuktikan bahwa perkembangan suatu bangsa tidak pernah terlepas dari perkembangan kebudayaan yang dimilikinya yang berasal dari budi dan daya masyarakat tersebut. Kebudayaan memiliki arti penting bagi kehidupan sosial karena didalamnya terkandung nilai-nilai, kepercayaan, tradisi dan sejarah masyarakat lokal. Kandungan nilai inilah yang memberikan pengaruh kuat terhadap keberadaan kelompok masyarakat yang memiliki budaya tersebut. Oleh karena itu, pemanfaatan sumber daya genetik, pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional perlu sepengetahuan masyarakat yang memeliharanya .

Pengetahuan Tradisional adalah knowledge, innovation and practices of indigenous and local communities embodying traditional lifestyles relevant for the conservation and sustainable use of biological diversity . Merujuk pada pengertian itu pengetahuan tradisional (PT) dapat diartikan sebagai pengetahuan, inovasi dan kebiasaan-kebiasaan dari suatu komunitas lokal yang membentuk suatu tradisi. Dengan demikian pengertian PT untuk merujuk pada ciptaan ciptaan yang didasarkan pada pengetahuan, pertunjukan, invensi, penemuan ilmiah, desain, merek, nama dan simbol, informasi yang bersifat rahasia yang semuanya berbasis pada tradisi. Kategori ini termasuk ilmu pengetahuan di bidang pertanian, pengetahuan dibidang ilmu pengetahuan, pengetahuan teknis, pengetahuan ekologis, pengetahuan yang berhubungan dengan obat, pengetahuan yang berhubungan dengan keanekaragaman hayati, ekspresi budaya tradisional dalam bentuk musik, tarian, lagu, desain-desain kerajinan tangan, cerita, karya seni, simbol-simbol .

Pengertian sumber daya genetika (SDG) adalah genetic material of actual or potential value, sementara itu pengertian materi genetik adalah any material of plant, animal, microbial or other origin containing functional unit of heredity . Dengan demikian sumber daya getika merupakan bahan dari mahluk hidup yang mengandung unit-unit fungsional pewarisan sifat yang mempunyai nilai yang nyata dan potensial. SDG merupakan bahan dasar yang mempunyai nilai yang nyata atau potensial ketika dikembangkan, sebagai contoh melalui industri farmasi atau bioteknologi. Sementara itu, hasil-hasil invensi dan inovasi di bidang farmasi dan bioteknologi merupakan suatu karya yang dapat dipatenkan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Ekspresi budaya lokal tradisional dapat mencakup ekspresi verbal seperti berpantun dan berpuisi, ekpresi lain seperti pelantunan lagu, dan musik tradisional serta ekspresi gerakan seperti tari-tarian, upacara adat atau gerakan tubuh yang menyangkut magic religius Dalam tataran ekspresi bentuk nyata dari budaya lokal dapat berupa lukisan, pahatan patung, kerajinan kayu, kerajinan kayu, kerajinan aneka logam, seni batik, ukiran, bordiran, perhiasan dan bangunan arsitektural .

Perlindungan terhadap Genetic Resource, Traditional Knowledge and Expression of Folklore

Kebijakan pemanfaatan GRTKF dalam konteks Indonesia harus dilakukan secara hati-hati mengingat adanya perbedaan karakter dan sifat dari sumber daya genetika, pengetahuan tradisional dan folklor. Dari perspektif akses terhadap GRTKF, setidaknya ada 3 pilihan yang dipertimbangkan, yaitu pelarangan atau pembatasan akses, pengawasan penggunaan GRTKF melalui system insentif, dan kombinasi antara pelarangan akses dengan pengawasan terhadap penggunaan GRTKF.

Arti penting pembahasan kepemilikan GRTKF adalah untuk kepentingan akses terhadap GRTKF itu sendiri. Konsep kepemilikan dan hak kekayaan merupakan konsep barat yang tidak mudah diterapkan terhadap sistem tradisional dan masyarakat adat. Hal ini disebabkan GRTKF memiliki system yang bersifat komunal dan sulit dicari siapa pemiliknya. Meskipun CBD (Convension on Biodiversity) mengetahui adanya hak mutlak dari negara untuk mengontrol akses terhadap GRTKF, dalam prakteknya banyak pihak yang terlibat di dalam kepemilikan GRTKF tersebut.

Terkait dengan ekpresi budaya tradisional, terdapat kelemahan dalam pemahaman diantara masyarakat adat dan seniman tradisional mengenai fungsi pelestarian (preservation) dan fungsi perlindungan (protection) atas hak-hak komunal milik masyarakat lokal. Terkait pelestarian nila ekpresi budaya terdapat pemahaman bahwa semakin banyak nilai ekspresi budaya oleh pihak manapun maka akan semakin bermanfaat nilai pelestarian budaya itu sendiri. Namun demikian apabila terdapat nilai ekonomi dalam mengekspresikan budaya tersebut, maka dapat saja muncul tuntutan perlindungan terhadap siapa saja yang boleh mengekspresikan secara komersila dan siapa yang tidak boleh mengekspresikan. Dalam konteks warisan budaya, upaya pelestarian (presenrvation) ditujukan agar ekspresi budaya tidak punah, upaya penjagaan agar ekaspresi budaya tidak rusak atau hancur serta diadakannya perlindungan (protection) agar dalam promosi ekpresi budaya tidak diekspoitasi pihal lain tanpa ijin sehingga merugikan pemilik hak.

HKI Komunal memiliki keterkaitan erat dengan HKI personal. Ekspresi budaya dan pengetahuan tradisional sebagai bagian dari HKI Komunal berperan dalam membentuk spirit dan budaya masyarakat untuk berinovasi yang tentunya dapat dimanfaaatkan sebagai sumber kreatifitas dalam mengembangkan kekayaan intelektual personal sehingga bermanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang bersumber pada budaya lokal. Penggunaan bahan yang berasal dari warisan budaya tradisional yang merupakan bagian dari kekayaan intelektual dapat dipakai sebagai sumber kreativitas kontemporer yang mampu meningkatkan inovasi di bidang kekayaan intelektual personal dan dapat dimanfaatan melalui wadah usaha kecil dan menengah atau pengembangan kewirausahaan atau untuk menunjang daya tarik pariwisata atau juga untuk menarik minat investor terkait dengan industri pariwisata. Pemasaran produk kreatif yang berakar dari budaya lokal dapat mendorong masyarakat untuk memperkuat identitas budayanya. Sistem kekayaan intelktual yang bersumber pada nilai budaya tradisional dapat mendorong masyarakat untuk mengkomersialkan kreasinya secara aman karena dapat mencegah persaingan yang tidak sehat.

Strategi untuk melindungi hasil karya yang bersumber dari budaya tradisional dapat dilakukan dengan pencatatan dan dokumentasi serta publikasi yang dilakukan dengan foto, film atau rekaman suara sebagai sumber bukti formal orosinalitas yang menjadi dasar kepemilikan warisan budaya. Hasil kumpulan pencatatan atau dokumentasi eskpresi warisan budaya dapat menunjukkan secara formal keberadaan suatu ekspresi warisan budaya sehingga tidak disalahgunakan oleh pihak lain yang kurang berhak. Pembuatan data base yang berisi pencatatan atau dokumentasi aneka ragam budaya yang dimiliki masyarakat setempat juga dapat dipakai untuk membangun perlindungan defensif yaitu database yang dibangun dapat digunakan untuk dokumen pembanding dalam menolak HKI pihak lain atas dasar orosinalitas atau kebaruan apabila pihak lain tersebut menggunakan sumber inovasi dari ekspresi budaya tradisional untuk didaftarkan sebagai salah satu bidang HKI personal.




Ketentuan Hukum Nasional dan Internasional terkait GRTKF

Selama ini sebenarnya telah ada upaya-upaya perlindungan baik pada tingkat nasional maupun internasional. Pada tingkat nasional Indonesia telah memiliki UU No. 5 tahun 1994 tentang pengesahan United Nations Convention on Biodiversity, UU No. 7 tahun 1994 tentang pengesahan WTO termasuk TRIPS Agreement, UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, pada pasal 10 memberikan perlindungan terhadap warisan budaya. Pemerintah juga sedang melakukan pembahasan mengenai RUU tentang GRTKF.

Pada tingkat internasional telah ada Berne Convention yang memberikan perlindungan internasional terhadap Expression of Folklore, Tunis Model Law on Copyrights for Developing Countries, model peraturan perlindungan expresion of folklore (EF) oleh WIPO dan UNESCO, Convention on Biodiversity, WIPO Performance and Phonogram Treaty, WIPO-UNESCO World Forum on Protection of Folklore dengan action plan mengenai perlunya standar internasional perlindungan hukum untuk EF dan keseimbangan antara komunitas lokal sebagai pengelola EF dan pengguna untuk tujuan komersial dll. Berbagai upaya nasional dan internasional tersebut nampaknya belum membuahkan hasil yang diharapkan . Tuntutan perlindungan terhadap bentuk-bentuk GRTKF tersebut semakin mengemuka dan bernuansa politis karena menyangkut pula tuntutan dari berbagai kelompok komunitas lokal. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya kesadaran bahwa komersialisasi berbagai bentuk GRTKF tersebut seharusnya tidak mengabaikan kepentingan komunitas sebagai pemegang warisan budaya.

Pembahasan mengenai perlindungan GRTKF di dalam kerangka sistem hak kekayaan intelektual masih terus berlanjut saat ini. Masing-masing negara yang berkepentingan dalam perlindungan sumber daya genetika, pengetahuan tradisional, dalam hal ini wakil dari negara-negara berkembang dan terbelakang, terus menyuarakan agar sistem hukum hak kekayaan intelektual dapat menjangkau GRTKF. Meskipun pembahasan komprehensif terus dilakukan, tampaknya sifat GRTKF yang dipelihara turun temurun dan kebanyakan tidak dalam bentuk tertulis, telah menjadi penghambat terhadap dimasukkannya pengetahuan tradisional dalam sistem HKI yang menghendaki segala sesuatu dalam bentuk tertulis dan sistematis.

Selain itu, sebagai negara yang memiliki keanekaragaman budaya Indonesia juga perlu meratifikasi Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expression. Konvensi ini dinilai sangat strategis bagi negara berkembang karena menjadi salah satu sarana untuk dapat menahan derasnya laju globalisasi yang cenderung menciptakan homogenitas dalam kebudayaan dunia. Indonesia memiliki kepentingan yang besar terhadap Konvensi Keanekaragaman Budaya karena perlindungan keanekaragaman budaya tidak dapat dilakukan secara efektif dan efisien oleh negara-negara secara inidvidual, melainkan membutuhkan kerjasama internasional. Dengan meratifikasi konvensi tersebut, posisi Indonesia ditingkat nasional semakin kuat dalam perjuangan untuk melindungi kekayaaan intelektual atas pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional melalui partisiapsi aktif pada Intergovernmental Committee on Intelectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore yang dibentuk oleh World Intelectual Property Organization (WIPO) pada tahun 2000.

Pada sisi lain, Indonesia memerlukan persiapan-persiapan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Konvensi Keanekaragaman budaya terutama dalam mendorong perkembangan pertukaran dan perputaran secara bebas dari ide, ekspresi dan aktivitas budaya serta barang dan jasa, membuka akses atas ekspresi budaya bagi orang asing, melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam melindungi dan melestarikan ekspresi budaya yang berada dalamm kondisi terancam punah dan mendorong partisipasi masyarakat madani dalam mencapai tujuan konvensi ini.

Tantangan dan Arah Ke Depan Diplomasi Maritim Indonesia

Tantangan dan Arah ke Depan
Diplomasi Maritim Indonesia


Pada saat Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 19945, wilayah negara adalah tinggalan Pemerintah Hindia Belanda dan belum menjadi negara kepulauan. Menurut Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie 1939, batas laut teritorial Indonesia adalah 3 mil laut dari pantai. Dengan demikian maka perairan antar pulau pada waktu itu adalah wilayah internasional .

Pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah Indonesia melalui Deklarasi Perdana Menteri Djuanda mengklaim seluruh wilayah perairan antar pulau di Indonesia sebagai wilayah nasional. Deklarasi yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Djuanda merupakan pernyataan jati diri sebagai negara kepulauan dimana laut menjadi penghubung antar pulau, bukan pemisah. Deklarasi tersebut kemudian dikukuhkan oleh Undang-Undang Nomor 4/PrP/1960, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia . Klaim ini bersamaan dengan upaya memperlebar batas laut teritorial menjadi 12 mil dari pantai, kemudian diperjuangkan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan internasional di PBB. Kendati prinsip negara kepulauan mulanya mendapat tantangan dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat, pada tahun 1982 lahirlah Konvensi Kedua PBB tentang Hukum Laut (2nd United Nations Conventions on the Law of the Sea- UNCLOS) yang mengakui konsep negara kepulauan sekaligus mengakui konsep Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) yang telah diratifikasi Indonesia dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut) .

Konsep negara kepulauan memberikan anugrah yang besar. Indonesia mendapat pengakuan dunia atas tambahan wilayah nasional sebesar kurang lebih 3 juta km2 wilayah perairan dari hanya sekitar kurang kebih 100.000 km2 warisan Hindia Belanda, ditambah dengan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Eklusif, yaitu bagian perairan internasional dimana Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam termasuk yang ada di dasar laut dan dibawahnya . Letak Indonesia sangat strategis, diantara dua benua dan dua samudra, dimana paling tidak 70 % angkutan barang melalui laut dari Eropa, Timur Tengah dan Asia Selatan ke wilayah Pasifik dan sebaliknya harus melalui perairan Indonesia.

Pada satu sisi, wilayah laut yag demikian luas dengan 17.500an pulau-pulau memberikan akses pada sumber daya alam seperti ikan, terumbu karang dengan kekayaan biologis yang bernilai tinggi, wilayah wisata bahari, sumber energi terbarukan maupun minyak dan gas bumi, mineral dan juga media perhubungan antar pulau yang sangat ekonomis. Panjang pantai kurang lebih 81.000 km merupakan wilayah pesisir dengan ekosistem yang secara biologis sangat kaya dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Secara meteorologis, perairan nusantara juga menyimpan berbagai data meteorologi maritim yang amat vital dalam menentukan tingkat akurasi perkiraan iklim global.

Pada sisi lain, wilayah yang sedemikian luas menghadirkan tantangan-tantangan yang sangat komplek yaitu:

a. Indonesia perlu memiliki kebijakan kelautan yang jelas dan bervisi ke depan karena menyangkut geopolitik bangsa dan dengan demikian berwawasan global dan menyangkut kebijakan-kebijakan dasar tentang pengelolaan sumber daya alam disamping sumber daya ekonomi pada umumnya. Kebijakan kelautan tersebut tidak bersifat monodimensional laut, namun bersifat multi-matra yaitu mempertimbangkan pegunungan, permukaan air dari mata air di hulu sampai permukaan laut, kolam air di sungai, danau maupun laut, pesisir, dasar laut, bawah dasar laut, atmosfir, udara dan angkasa luar.

b. Mengembangkan armada pengamanan, pengontrolan dan penyelamatan laut secara maksimal. Aspek pengembangan armada pengamanan laut memiliki posisi yang sangat penting. Untuk menjaga perairan nusantara diperlukan armada pengamanan yang memadai baik menyangkut jumlah dan kualitas alutsista, teknologi dan kemampuan sumber daya manusia. Dari jaman dulu menurut Cornelis van Bynkershoek, Kedaulatan teritorial berakhir dimana kekuatan senjata berakhir. Apa yang disampaikan oleh Bynkershoek mengingatkan semua negara yang memiliki wilayah laut, maka kedaulatan suatu negara di laut sangat bergantung pada kemampuan negara tersebut dalam melakukan pengawasan secara fisik terhadap wilayah laut yang dikuasainya. Ini berarti bahwa semakin besar wilayah laut yang dikuasai oleh satu negara, semakin besar pula tanggung jawab negara tersebut untuk mengawasinya. Tidak kalah penting adalah upaya penanggulangan kecelakaan dan pencemaran air laut. Pencemaran tersebut bukan saja membuat kotor laut namun juga mengakibatkan kepunahan berbagai sumber hayati laut. Intrusi air laut juga menyebabkan semakin menurunnya kualitas air tanah yang masih menjadi sumber air bersih bagi mayoritas penduduk Indonesia .

c. Mengembangkan struktur kelembagaan dan sistem hukum pengelolaan laut secara memadai. Selama ini berbagai rencana dibidang kelautan dan kemaritiman dibuat dan dideklarasikan namun kelembagaan kelautan, pembangunan ekonomi maritim dan pembangunan sumber daya manusia tidak pernah dijadikan arus utama pembangunan nasional, yang didominasi oleh persepsi dan kepentingan daratan semata. Dewan Kelautan Nasional memang dibuat pada jaman Orde Baru tetapi dengan mandat yang terbatas dan mendukuki hirarki yang tidak signifikan dalam kelembagaan pemerintahan. Pada tahun 1999 dibentuk Departemen Kelautan dan Perikanan dan Dewan Maritim Indonesia yang kemudian berubah lagi menjadi dewan Kelautan Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 21 Tahun 2007 tentang Dewan Kelautan Indonesia, dengan ruang lingkup tugas yang lebih besar dibandingkan Dewan Kelautan Nasional.

d. Membangun visi dan kekuatan maritim yang sesuai dengan tuntutan geopolitik, dan perspesi keruangan dan perspesi keunggulan kompetitif baik yang berbasis sumber daya alam, budaya, ilmu pengetahuan maupun geografi. Visi maritim perlu diterjemahkan dalam berbagai kebijakan turunan yang mencakup kebijakan tata ruang, perkapalan, pelabuhan, transportasi, prioritas kebijakan ekonomi dan pengembangan industri maritim, pembangunan angkatan bersenjata termasuk penegakan hukum dan pertahanan, kebijakan fiskal, investasi, energi, dirgantara, pembangunan daerah dan kawasan serta tatanan kelembagaan dan pembangunan sumber daya manusia.

e. Menuntaskan seluruh hak dan kewajiban yamg tercantum dalam UNCLOS, termasuk menentukan delimitasi zona maritim (laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen, perairan pedalaman, perairan kepulauan/Nusantara) dan perbatasan dengan negara-negara tetangga serta pengembangan wilayah pesisir dan perbatasan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia mempunyai perbatasan laut dengan 10 negara, yaitu Australia, Filipina, India, Malaysia, Palau, Papua Nugini, Singapura, Thailand, Timor Leste dan Vietnam.

Sejauh ini, penetapan batas maritim Indonesia dengan negara tetangga belum sepenuhnya tuntas. Dari semua perbatasan maritim Indonesia, baru perbatasan dengan Australia dan Papua Nugini saja yang sudah selesai.

Peristiwa Ambalat mengingatkan kita kembali mengenai rawannya posisi Indonesia dalam masalah perbatasan. Sebagaimana diberitakan diberbagai media cetak dan elektronik, sejak Januari 2009, Malaysia telah sembilan kali memasuki wilayah perairan Indonesia . Dalam kaitan ini Indonesia mau tidak mau harus secara efektif menempatkan armadanya untuk melakukan patroli secara reguler di wilayah terluar Indonesia.

Bukan hal yang mudah untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut diatas. Diperlukan sinergi dan koordinasi semua pihak untuk dapat menjaga, memanfaatkan dan mengembangkan kelautan dan kemaritiman Indonesia. Dalam hal ini politik luar negeri Indonesia yang memang diabdikan untuk mencapai kepentingan nasional perlu membantu mencapai kepentingan-kepentingan nasional dibidang maritim. Dalam kerangka tersebut, perlu dikembangkan apa yang disebut dengan diplomasi maritim, yang dapat diartikan sebagai pelaksanaan politik luar negeri dalam rangka pembangunan dan pengelolaan maritim dan laut Indonesia. Indonesia mengembangkan kerjasama maritim baik dalam kerangka bilateral, regional maupun internasional. Kerjasama maritim antar negara dalam satu kawasan memiliki fungsi yang tepat dan strategis, karena selain mencegah konflik maritim antar negara tetangga, juga sebagai jaminan keamanan terhadap lalu lintas perdagangan barang dan jasa. Salah satu hal yang mendesak terkait dengan kepentingan tersebut adalah penentuan batas wilayah laut dengan negara lain.

Langkah terbaru dalam diplomasi perbatasan Indonesia adalah pembukaan hubungan diplomatik dengan Palau pada bulan Juli 2007. Alasan pembukaan hubungan diplomatik dengan negara kepulauan tersebut adalah kenyataan bahwa Indonesia dan Palau mempunyai perbatasan maritim yang belum pernah dirundingkan. Salah satu pencapaian diplomasi perbatasan maritim Indonesia adalah penegasan kembali Filipina mengenai kedaulatn Indonesia atas Pulau Mianggas dalam Sidang Working Group on Maritime and Oceans Concerns di Manila pada awal Desember 2003.

Pada bulan Mei 2009 Indonesia juga menjadi tuan rumah World Ocean Conference yang menghasilkan komitmen bersama dalam pengelolaan sumber daya laut dan Coral Reef Traingle (CTI) Summit yang menghasilkan Regional Plan of Action dalam pengelolaan dan perlindungan yang berkelanjutan atas keanekaragaman hayati laut di kawasan Coral Triangle. Kedua sidang internasional di Manado tersebut merupakan tahap baru diplomasi maritim Indonesia. Dalam kedua pertemuan tersebut telah berhasil disepakati kerjasama terobosan penting dalam isu-isu terkait kesejahteraan rakyat, lingkungan hidup, perubahan iklim dan kerjasama kelautan.

Krisis Ekonomi Global dan Dampak Geostrategis di Asia

Krisis Ekonomi Global

dan Dampaknya terhadap Geostrategis di Asia

A. Pendahuluan

Krisis keuangan kembali melanda dunia paska krisis pangan dan energi. Krisis keuangan ini bermula dari tindakan Bank Sentral Amerika Serikat yang berusaha memulihkan ekonomi paska peristiwa serangan terorisme di World Trade Centre pada tahun 2001 dengan cara menurunkan suku bunga secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama. Rendahnya suku bunga bank tersebut telah merangsang pertumbuhan angka kredit masyarakat termasuk di dalamnya kredit perumahan. Pada awalnya kredit berjalan dengan baik karena ditujukan kepada nasabah prima akhirnya meluas kepada nasabah-nasabah yang kurang layak. Nasabah memiliki permasalahan dengan kreditnya bisa memperoleh kredit baru. Banyak pula kredit yang diberikan dengan uang muka yang relatif rendah atau bahkan tanpa uang muka sama sekali. Ada juga kredit yang hanya mensyaratkan pada pembayaran bunga tanpa membayar cicilan pokok. Dengan naiknya harga-harga properti, bank semakin banyak memberikan kredit kepada nasabah tanpa uang muka. Tetapi karena tidak semua nasabah merupakan nasabah prima, pembayaran cicilan pun mulai seret sehingga banyak timbuk kredit macet[1].

Dalam suatu negara dengan industri keuangan yang demikian maju seperti Amerika Serikat, kredit-kredit perumahan tersebut oleh bank dikumpulkan dan disekuritisasi, yaitu proses mentransformasikan kredit kepemilikan rumah menjadi surat berharga (sekuritas), yang disebut mortgage back securities (MBS) dengan varian yang bernama collateralized debt obligation (CDO). Proses sekuritisasi surat hutang tersebut banyak dibantu oleh lembaga keuangan yang awalnya didirikan pemerintah AS untuk tujuan tersebut yaitu Fannie Mae dan Freddi Mac. Karena tugas tersebut, kedua lembaga tersebut memberikan jaminan dan memiliki stock MBS dan CDO. Sekuritas hipotek perumahan tersebut telah menyebar ke seluruh dunia[2]

Ketika terjadi masalah pembayaran cicilan MBS dan CDO, pasar memperkirakan kedua lembaga yang sahamnya sudah dicatatkan di Bursa Saham New York tersebut pasti rugi besar dan investor pun rame-rame melepas saham yang berujung pada jatuhnya harga saham. Lembaga lain yang turut terkena imbas dari masalah tersebut adalah bank-bank besar dan perusahaan asuransi. Usaha keluar dari krisis ekonomi dilakukan Presiden Obama melalui program Stimulus Fiskal sebesar kurang lebih US$800 milyar yang dikeluarkan dengan dukungan Undang-Undang The Emergency Econonmic Stabilization Act[3].

Krisis ekonomi di Amerika Serikat tersebut telah meningkatkan angka pengangguran yang mencapai 7.2 % di akhir tahun 2008 dan masih akan terus bertahan atau bertambah pada tahun 2009. Angka Kuartal I tahun 2009 memperlihatkan angka pengangguran 8.9 %. Dampak positif kebijakan stimulus keuangan diharapkan baru akan mengerem angka penggangguran. Dampak krisis yang bermula di Amerika Serikat terasa hampir ke seluruh dunia yang terlihat dari adanya inflasi secara global, meningkatnya angka pengangguran, tingginya harga minyak dan pasar perumahan yang macet. Pertumbuhan ekonomi dunia menurun dari 3.2 % pada tahun 2008 menjadi 1 % pada tahun 2009. Pertumbuhan perdagangan juga melemah dari 2.5 % pada tahun 2008 menjadi minus 5 % pada tahun 2009. Krisis juga telah melemahkan hasil-hasil pembangunan khususnya dalam kerangka Millenium Development Goal di banyak negara berkembang.

Sekjen PBB dalam sambutannya di Sesi Substantif United Nations Economic and Social Council (ECOSOC) 20009 memaparkan bahwa kondisi krisis ekonomi saat ini menyebabkan lambatnya proses pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Hal ini diindikasikan dengan adanya ancaman kelaparan akibat tingginya harga produk pangan, perubahan iklim, pandemik influenza, lambatnya proses perbaikan sanitasi dan tidak tercapainya pembangunan sesuai yang ditargetkan.

B. Langkah-langkah Penanganan Krisis

Dalam upaya mencari jalan keluar dari krisis, kelompok Negara 20 dalam pertemuan pada bulan April di London telah sepakat mengeluarkan Komunike Bersama, yang berisi komitmen dan langkah-langkah untuk menangani krisis melalui paket Stimulus senilai 1.1 trilyun dolar Amerika, rekonstruksi toxid asset sebesar US$ 1.4 trilyun dan meningkatkan permodalan lembaga Bretton Woods sebesar US$ 1.1 trilyun. Hasil pertemuan G-20 memang masih menekankan mengenai pentingnya peran IMF dalam membantu negara-negara keluar dari krisis. Memang benar, banyak kalangan melihat bahwa selama ini lembaga keuangan internasional memiliki berbagai kelemahan-kelemahan dan yang turut andil dengan terjadinya krisis global saat ini. Lemahnya transparansi khususnya dalam manajemen resiko dan lemahnya sistem pengawasan khususnya untuk transaksi-transaksi keuangan telah menyebabkan krisis. Sistem yang berlaku sekarang khususnya yang ada di IMF dan Bank Dunia juga kurang memperhatikan aspek keadilan, kesetaraan dan keterwakilan khususnya antara negara maju dan negara. Oleh karena itu salah satu Kommunike G-20 adalah juga menegaskan mengenai perlunya dilakukan reformasi sistem dan tatanan keuangan internasional termasuk reformasi lembaga Bretton Woods.

Persepsi atas kegagalan IMF dalam membantu mengatasi krisis beberapa dekade terakhir telah memberikan tantangan terhadap relevansi dan legitimasi lembaga Bretton Woods dan mendorong munculnya pandangan mengenai perlunya institusi alternatif dalam penanganan krisis pada tingkat regional dan mendorong negara-negara di kawasan untuk memperkuat kerjasama keuangan.

Tata kelola yang ada di IMF dinilai kurang dapat merefleksikan kenyataan politik dan ekonomi dengan semakin meningkatnya peran Asia di percaturan politik ekonomi di dunia. Berbagai persyaratan pinjaman dan saran yang disampaikan oleh lembaga keuangan tersebut justru kurang bisa menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi yang dihadapi negara berkembang yag menjalin kerjasama keuangan dengan lembaga tersebut. Negara berkembang merupakan kelompok negara yang harus menanggung akibat dari krisis yang bukan diciptakan oleh mereka, namun tidak memiliki sumberdaya untuk melakukan langkah-langkah mitigasi dalam menghadapi krisis tersebut. Hal ini telah sangat berpengaruh dalam berbagai program pembangunan nasional, pengurangan tingkat kemiskinan dan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium.

Reformasi tersebut tidak akan mudah dilakukan mengingat hal ini terkait dengan voting rights yang didasarkan pada besaran kontribusi negara anggota dan political will dari negara-negara maju yang nampaknya masih cukup enggan untuk memberikan ruang yang lebih besar kepada negara-negara berkembang. Pada sisi lain, upaya untuk meningkatkan suara negara berkembang juga dihadapkan pada tantangan keterbatasan keuangan untuk meningkatkan kontribusinya. Oleh karena itu, perlu dipikirkan suatu formula baru dalam penentuan voting rights yang tidak semata-mata didasarkan pada kontribusi.

Reformasi kelembagaan Bretton Woods juga belum cukup dalam menjamin terciptanya tatanan sistem keuangan internasional yang aman dan adil. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kapasitas IMF dan Bank Dunia dalam mempengaruhi tatatnan keuangan global. Sebagai ilustrasi aliran dana global adalah sekitar US$ 10 trilyun per hari, sementara itu kapasitas IMF sekitar US$30 milyar dan Bank Dunia US$13 milyar per tahun.

Laporan tahun 2007 yang dibuat oleh McKinsey Global Institute menggambarkan parameter lanskap finansial global yang ada sekarang dan pergeseran baru kekuatan finansial. Studi itu menggambarkan empat “pialang kekuatan” ekonomi global, yaitu investor dari negara-negara pengekspor minyak, bankir bank sentral Asia dan kekayaan asing mereka, dana lindung nilai (hedged funds) dan perusahaan ekuitas swasta. Empat pialang kekuatan ini semakin mengendalikan dan membentuk sistem finansial global dan memiliki aset yang telah berlipat ganda sampai sekitar US$10 trilyun. Diantara empat pialang besar tersebut, para produsen minyak mengendalikan saham terbesar yaitu sekitar US$4 trilyun, berbagai bank sentral Asia mengendalikan kurang lebih US$3 trilyun dan China mengendalikan setengahnya dan dana lindung nilai sekitar US$3 trilyun.

Oleh karena itu, sesuai dengan kesepakatan Pemimpin G-20 dalam pertemuannya di London, keberhasilan reformasi tatatanan keuangan internasional akan lebih banyak ditentukan oleh seberapa jauh pemerintah nasional berhasil melakukan supervisi dan pengawasan lalu lintas keuangan, penanganan aksi spekulasi dan memperkecil ketidakseimbangan dalam perdagangan dan investasi global. Kita semua juga berkepentingan agar lemabaga-lembaga keuangan internasional dapat meningkatkan kapasitasnya dalam melakukan surveillance untuk membantu negara-negara dalam mencegah krisis yang sama di masa yang akan datang.

C. Dampak Krisis terhadap Geostrategis Asia

Krisis keuangan global telah mendorong munculnya perubahan peta geopolitik dan geekonomi global khususnya di Asia. Negara-negara yang dapat keluar dari krisis secara lebih cepat dan menjadi lebih kuat dibandingkan yang lain akan memperoleh pengaruh baik secara regional maupun global yang akan mempengaruhi terjadinya pergeseran balance of power. Bagi Amerika, krisis merupakan tantangan atas kepemimpinan global yang selama ini dipegang. Defisit anggaran pemerintah AS sebesar 1,09 trilyun dollar ajkan sangat mempengaruhi anggaran belanja militer AS yang apad gilirannya akan mempengaruhi kemampuan militernya. Sebaliknya Asia justru menjadi kawasan yang paling menonjol karena kekuatan ekonomi dan politiknya[1]. Bahkan dalam bidang pertahanan, beberapa pengamat memperkirakan kemungkinan China untuk lebih memperkuat pertahanannya dan menajdi alternatif bagi kekuatan militer AS. Bagi China krisis merupakan peluang untuk semakin menancamkan pengaruh globalnya. Perkiraan Goldman Sachs, tahun 2050 China akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar, menggeser Amerika Serikat ke urutan kedua disusul India.

Krisis juga telah semakin memperkuat kerjasama keuangan di wilayah Asia Timur. Negara anggota ASEAN Plus Three sepakat untuk memperkuat kerjasama dalam bilateral swap currency melalui pembentukan Chiang Mai Initiatives Multilateralization (CGIM) dengan meningkatkan reserve pooling dari US$ 80 milyar menjadi US$ 120 milyar untuk menambah akses likuiditas valuta asing yang lebih besar melalui pendanaan bersama. Pada pertemuan pada bulan Mei 2009 ASEAN Plus Three Finance Minister juga sepakat untuk menerapkan CMIM sebelum akhir 2009 dan membentuk Credit Guarantee and Investment Mechanism (CGIM) dengan modal awal sebesar US$500 juta dalam kerangka Asian Bond Market Initiatives.

Kawasan Asia terutama Asia Timur dengan potensi yang ada dapat melakukan ekpansi fiskal dan moneter yang signifikan. Selama masa krisis ini banyak negara di kawasan yang memiliki pertumbuhan yang relatif positif. Untuk itu, negara-negara di kawasan perlu secara koleksif melakukan identifikasi langkah-langkah bersama untuk meningkatkan permintaan domestik dan meningkatkan pemulihan ekonomi. Krisis memberikan ruang bagi negara-negara di Asia untuk memaksimalkan perannya (secara politik) dalam upaya mengatasi krisis. Krisis akan memicu meingkatnya kemiskinan, tindak kriminalitas dan angka kematian akibat kurangnya anggaran kesehatabn.

Krisis finansial sedikit banyak mengubah paradigma states dalam menghadapi kompetisi global. Gejala ini sudah nampak ketika China-Taiwan membuka hubungan dagang November tahun 2008, atau ketika Uni Eropa yang merupakan sekutu tradisional AS bersikeras menertibkan pasar modal terlebih dahulu sebelum mengucurkan dana segar ke pasar, atau ketika negara-negara nerkembang seperti Indonesia berusaha mencari alternatif green back dengan menandatangani bilateral currency swap arrangement dengan China, Korea Selatan dan Jepang. Sejumlah media terkemuka seperti the Economist terbitan Februari 2009 melalui artikelnya “the Return of Economic Nationalism” bahkan mulai membahas tentang potensi proteksionisme yangmakin menguat dan meningkatnya kembali peran negara dalam berbagai kegiatan ekonomi yang semua diserahkan kepada pasar. Oleh juga sudahj mulai melakukan refleksi mengenai batasan kapitalisme, bukan lagi kapitalisme yang liberal namun kapitalisme yang bertanggung jawab (kapitalisme sosialis).

Kawasan Asia juga perlu mengambil langkah-langkah untuk memelihara dan memperkuat reformasi pasar uang. Ekonomi Asia Timur dapat memainkan posisi leadership dalam memperjuangkan kepentingan kawasan dalam pengembangan dan pembangunan standar regulasi sistem perbankan dan reformasi pasar finansial di kawasan. Dengan cara ini, kita dapat meningkatkan kepercayaan dan posisi ekonomi Asia Timur sebagai pusat penulihan ekonomi global. Saya berkeyakinan bahwa Asia Timur memiliki potensi peran yang sangat besar dalam proses pemulihan global. Yang kita perlukan adalah kebijakan terpadu dan komprehensif dari negara-negara di kawasan dalam memproyeksikan kepentingan staregis kawasan dalam lingkungan keuangan global. Tidak kalah penting adalah upaya memperkuat forum kerjasama yang ada di kawasan untuk menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang yang muncul dari adanya krisis global ini. Keputusan Menlu ASEAN dalam pertemuannya di Phuket beberapa waktu yang lalu yang telah menerima secara prinsipil ASEAN Human Rights Body merupakan salah satu upaya untuk memperkuat ASEAN melalui proses pembangunan politik di kawasan. Hanya dengan ASEAN yang kuat yang akan mampu membawa negara-negara di kawasan Asia Tenggara dalam mengambil peran kepemimpinan dalam percaturan politik dan ekonomi global dan regional. Saya tahu itu bukan sesuatu yang mudah mengingat peran dan kepentingan negara-negara besar yang selamanya akan selalu hadir di kawasan. Namun saya yakin bahwa penguatan kerjasama di kawasan melalui berbagai kerjasama yang konkret dan memberikan hasil yang nyata akan mampu membawa negara-negara di kawasan untuk berbicara dan didengar oleh kekuatan-kekuatan dunia lainnya.

Cukup menarik jika kita menyimak thesis Kishore Mahbubani dalam the Asian Hemisphere: the Irresistible Shift of Global Power to the East, yang menyatakan bahwa abad ini akan menjelma menjadi abad kebangkitan Asia. Selama dua dekade terakhir, dinamika Asia ditandai oleh terciptanya berbagai kemajuan dibidang sosial dan ekonomi yang dibarengi dengan munculnya budaya damai terutama rentang hubungan antar negara. Realitas yang terbentang selama dua dekade ini penting untuk dicatat sebagai keberhasilan Asia menemukan jalinan antara dinamika ekonomi di satu sisi dan terwujudkan perdamaian kawasan pada sisi lain. Boleh dikata, berbagai sorotan ekonomi politik yang dilakukan Kishore Mahbubani tersebut merupakan penegasan terhadap sesuatu yang tidak terelakkan, yaitu masa senja peradapan barat.

Dalam thesis tersebut Indonesia dan ASEAN dinilai seolah tidak signifikan dalam kebangkitan Asia versi Mahbubani. Bagi Indonesia sendiri kita perlu bertanya dalam hati bagaimana Indonesia memposisikan diri secara tepat dan sekaligus terhormat ke dalam pusaran abad Asia pada beberapa dekade mendatang. Untuk itu kita secara terus-menerus harus membangun bangsa kita dan memperkuat langkah-langkah integrasi di kawasan ASEAN untuk mewujudkan Komunitas ASEAN.

D. Kebijakan Nasional dalam menangani Krisis

Bagi Indonesia sendiri krisis keuangan tetaplah memiliki dampak, meskipun tidak sebesar negara tatangga seperti Singapura dan Malaysia. Lesunya pertumbuhan ekonomi dunia khususnya di negara-negara yang selama ini menjadi pasar utama ekspor Indonesia seperti Amerika Serikat dan Jepang turut mempengaruhi tingkat permintaan barang produksi Indonesia, yang pada gilirannya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja nasional. Ekonomi diproyeksikan akan tumbuh dalam tingkatan yang sedang yaitu sekitar 4 % saja untuk tahun 2009, suatu tingkat yang sebenarnya kurang kondusif untuk menampung pertumbuhan angkatan kerja.

Berkaitan dengan terjadinya krisis global tersebut, Presiden SBY telah memberikan arahan dalam menghadapi krisis keuangan global, yang dimaksudkan untuk memelihara momentum pertumbuhan ekonomi.

Arahan yang pertama adalah agar semua kalangan harus tetap optimis dan bersinergi dalam memelihara momentum pertumbuhan, tetap[ bekerjasa keras dan melakukan tindakan yang tepat, optimalisasi APBN 2009 untuk memacu pertumbuhan dan membangun sosial safety net,menggerakkan dunia usaha, menangkap peluang untuk melakukan perdagangan dan kerjasama ekonomi dengan negara sahabat, menggalakkan penggunaan produk dalam negeri sehingga pasar domestik bertambah kuat, memperkokoh sinergi dan kemitraan (partnership) dengan perbankan dan dunia usaha, meningkatkan koordinasi antar instansi terkait.

Presiden SBY juga telah menetapkan grand strategy pembangunan ekonomi ke depan, yaitu meningkatkan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri untuk mengurangi keteragantungan arus modal dari luar, meningkatkan tabungan (saving) dalam negeri sebagai sumber investasi domestik, memperkuat pasar dalam negeri agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya mengandalkan ekspor, yang setiap saat bisa terancam manakali ekonomi dunia mengalami depresi.

Strategi lainnya adalah berupaya meninbgkatkan daya beli masyarakat agar pasar domestik main tumbuh dengan baik, menggalakkan penggunaan produksi dalam negeri, meningkatkabn ketahanan dan kecukupan kebutuhan rakyat terutama pangan, memajukan ekomi daerah dan mengelola dan mendayagunakan sumber alam agar benar-benar dapat meningkatkabn penerimaan negara dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Langkah lain yang tidak kalah penting adalah menerapkan kebijakan countercyclical dalam bentuk stimulus fiskal untuk mencegah perlemahan ekonomi yang lebih parah, yang ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan daya beli masyarakat untuk menjaga agar konsumsi rumah tangga tetap tumbuh, menjaga daya tahan perusahaan/sektor swasta mengahadapi krisis, menciptakan kesempatan kerja dan menyerap dampak PHK melalui kebijaka pembangunan infrastruktur padat karya.

E. Peningkatan Peran Kebijakan Luar Negeri


Bagi Indonesia krisis global seyogyanya dapat dimanfaatkan sebagai “entry point’ dalam meninjau kembali secara komprehensif politik luar negeri Indonesia ditengah-tengah dinamika hubungan internasional dewasa ini. Krisis keuangan global dan keterlibatan Forum G-20 untuk mendukung penanganan terhadap krisis merupakan berkah tersendiri bagi emerging economies seperti Indonesia karena krisis telah memaksa negara maju melakukan pengeturan secara lebih baik terhadap sektor keuangan internasional. Keputusan Financial Stability froum untuk memperluas keanggotaan dengan memasukkan Indonesia sebagai anggota baru mempunyai arti yang sangat penting karena Indonesia dalam batas-batas tertentu ikut berperan dalam merancang arsitektur keuangan global di masa yang akan datang.

Pergeseran konstelasi kekuatan di atas tentunya akan berdampak pada bagaimana persepsi politik luar negeri Indonesia dalam melihat paradigma hubungan internasional. Tanpa meninggalkan peran tradisionalnya, diharapkan polugri adapat mengakomodir berbagai peran baru Indonesia dalam hubungan internasioonal.

Indonesia berpeluang untuk turut serta berperan dalam membangun sistem dan tatanan keuangan regional dan internasional dengan mengajak negara-negara di Asia untuk mengkoordinasikan kebijakan makro ekonomi, moneter, fiskal dan penetapan kebijakan kurs devisa.

Dalam upaya mendukung langkah pemerintah dalam menangani krisis, prioritas aktivitas diplomasi Indonesia diarahkan pada upaya untuk meningkatkan, memperluas atau mencari pasar-pasar non-tradisional baru seperti rusia, negara-negara Eropa Timur, Afrika dan Amerika Latin. Hal ini penting untuk memastikan kelanjutan ekspor Indonesia sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Prioritas lainnya dalam bidang ekonomi adalah meningkatkan upaya untuk memperkuat kerjasama ekonomi terutama kerjasama keuangan dan pembangunan. Diplomasi Indonesia tidak terlepas dari kontek krisis multidimesi pada tingakt global dan dinamika integrasi kawasan. Indonesia perlu secara lebih aktif dan proaktif untuk menghadapi tantangan pasca krisis global yang dampaknya akan semakin besar dalam beberapa tahun mendatang. Indonesia berpeluang menarik investasi khususnya dari negara-negara yang tergabung dalam blok ekonomi GCC (gulf Cooperation Council) yang memiliki surplus likuiditas yang cukup tinggi paska kenaikan drqstis harga minyak dunia pada tahun 2008 yang lalu

Menurut Goldman Sachs potensi investasi dari negara-negara tersebut diperkirakan berkisar antara 92-125 milyar dolar Amerika per tahun. Dari jumlah tersebut sekitar 6-12 milay dolar diinvestasikan di pasar modal di Asia pasifik. Denagn jumlah yang cukup besar tersebut, Indonesia mesti berkompetisi untuk mendapatkan aliran dana petrodolar ini. Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah dalam usaha menarik aliran dana dari teluk, diantaranya disahkannya UU no. 19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara sebagai payung hukum penerbitan sukuk. Pemri juga perlu lebih aktif dalam memperbaiki citra Indonesia di kawasan tersebut.

Menyadari adanya potensi dampak serius dari krisis finansial – terutama kemungkinan melemahnya permintaan produk ekspor dari negara-negara maju, maka diplomasi Indonesia perlu diprioritaskan untuk diarahkan pada upaya meningkatkan, memperluas atau mencari pasar-pasar non tradisional baru seperti Rusia, negara-negara Eropa Timur, Afrika dan Amerika Latin. Hal ini penting untuk memastikan kelanjutan ekspor Indonesia sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Untuk itu aktivitas diplomasi perlu juga diarahkan untuk menerjemahkan berbagai kedekatan-kedekatan politik menjadi kemanfaatan ekonomi, khususnya memabntu tugas-tugas promosi perdaganga, investasi, pariwisata dan tenaga kerja.

Perwakilan RI juga diharapkan dapat berperan dalam membantu mengamankan pasar ekspor Indonesia. Perwakin dapat memberikan informasi berkenaan dengan kebijakan proteksi pasar domestik di setiap negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia. Program pemberian stimulus ekonomi tidak akan berarti jika permasalahan ekspor, pendisplinan jalur ekspor impor dan pemakaian produk dalam negeri belum mendapat penyelesiaian.



[1] The Economist, 11-17 July 2009, p.76



[1] David m. Smick, The World is Curved, Porfolio, Penguin Groups, 2008

[2] George Soros, The New Paradigm for Financial Market, Public Affairs, the Preseus Books Group, 2008.

[3] Berbagai produk hukum dan undang-undang dikeluarkan untuk penanganan masalah krisis tersebut, antara lain Banking (Special provision) Act 2008 untuk membantu bank, Housing and Economic Recovery Act of 2008 untuk subsidi perumahan dan ekonomi untuk masyarakat bawah, Economic Stimulus Act of 2008 untuk kebijakan pemerintah pada waktu ada masalah darurat, Troubled Asset Relief untuk menolong pemilik aset yang menghadapi masalah, Term Asset-backed Securities Loan Facilityuntuk menolong mereka yang memerlukan fasilitas pinjaman yang jaminannya adalah sekuritas/saham.

ASEAN dan Tantangan Keamanan Regional

ASEAN dan Tatanan Keamanan Regional

1. Berbagai tantangan dan perubahan strategis yang muncul di kawasan telah mendorong ASEAN melakukan berbagai perubahan struktur kelembagaan ASEAN. Keputusan ASEAN untuk mengadopsi Piagam ASEAN dan Cetak Biru menuju Komunitas Politik Keamanan, Ekonomi, dan Sosial Budaya pada tahun 2015 diharapkan akan berdampak positif terhadap perkembangan politik, ekonomi dan sosial budaya ASEAN. Komunitas ASEAN diharapkan akan memperkuat kohesivitas ASEAN, yang pada akhirnya memperkuat daya tawar ASEAN dalam berhadapan dengan berbagai kekuatan regional. ASEAN yang lebih kohesif juga diharapkan dapat meningkatkan efektifitas ASEAN dalam merespon berbagai tantangan baik internal maupun eksternal sehingga tetap bisa menjadi elemen inti pada arsitektur keamanan regional ke depan.

2. Seberapa jauh Komunitas ASEAN mampu mengantarkan ASEAN sebagai kekuatan regional yang solid tergantung pada bagaimana mekanisme yang ada pada Komunitas ASEAN mampu menyelesaikan berbagai persoalan domestik dan persoalan bilateral antar negara anggota ASEAN seperti masalah pembangunan politik dan ekonomi dalam negeri, penyelesaian masalah perbatasan, serta kapasitas ASEAN dalam menyelesaikan berbagai persoalan keamanan non tradisional yang menjadi permasalahan bersama ASEAN seperti masalah energi, pangan, perubahan iklim, sea level rise dan kemiskinan. Domestic reconstrution ASEAN harus dilakukan agar Komunitas ASEAN dapat berjalan secara efektif.

3. Penanganan masalah internal ASEAN dan masalah-masalah keamanan non tradisional akan menjadi major agreement or disagreement di kawasan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kohesivitas dan guliran arsitektur keamanan di kawasan. Tingkat kohesivitas internal ASEAN akan berdampak pada kapasitas ASEAN dalam membuat joint strategy secara nyata, khususnya dalam menghadapi kepentingan-kepentingan dan politik negara besar di kawasan, sehingga keberadaan ASEAN selalu diperhitungkan oleh negara-negara besar di kawasan.

The Rise of China and India

4. Sementara itu, pasca perang dingin, naiknya China dan India dalam percaturan politik global dan regional yang disusul oleh bubarnya Uni Soviet, telah memperumit arsitektur keamanan regional. Pada saat yang sama, naiknya China dan India memberikan pula tantangan pada posisi dan peran Jepang di kawasan Asia Timur. Pada satu sisi, naiknya China dan India memberikan peluang besar yang dapat dimanfaatkan oleh negara-negara di kawasan, khususnya dalam pengembangan kerjasama ekonomi, perdagangan, investasi dan alih teknologi. Pertumbuhan ekonomi China yang tinggi selama beberapa dekade terakhir telah meningkatkan impor dan investasi China dengan negara di kawasan. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan kawasan. China juga berupaya untuk memberikan kesan mengenai peaceful rise of China yang akan membawa kemakmuran di kawasan.

5. Sementara naiknya India dinilai bukan merupakan ancaman bagi kawasan, naiknya China yang disertai dengan pembangunan militer (military build up) China dan sikap China yang semakin assertive di kawasan baik dalam kerangka hubungan bilateral maupun dalam kerangka multilateral telah menyebabkan negara-negara di kawasan harus lebih berhati-hati karena merasa khawatir terhadap manuver China. Kebijakan China semakin agresif khususnya jika terkait dengan konflik teritorial dan perbatasan dengan negara-negara di kawasan. Saat ini terdapat beberapa potensi konflik antara negara kawasan dengan China terkait klaim wilayah dan perbatasan yaitu antara lain konflik Laut China Selatan antara China dengan sejumlah negara ASEAN, konflik China-Taiwan, masalah perbatasan China-Jepang, perbatasan China-India dan China-Rusia.

6. China juga terlihat semakin agresif di kawasan dalam upayanya untuk mengamankan sumber-sumber energi yang ada. Kepentingan China di bidang ini akan turut mempengaruhi perkembangan politik dan perimbangan kekuatan di kawasan. Kepentingan China atas energi dan dukungan China di Myanmar telah memperkuat kedudukan rejim militer di negara tersebut sehingga dapat bertahan dari berbagai tekanan internasional dan ASEAN untuk melakukan kemajuan di bidang demokrasi dan penghormatan terhadap HAM di negara tersebut.

7. China juga semakin agresif untuk mengembangkan hubungan dan memberikan bantuan pembangunan kepada pemerintah Timor Leste. Diperkirakan kepentingan China adalah untuk memperoleh akses terhadap gas dan minyak di Celah Timor. Ke depan, kebijakan China di Timor Leste sedikit banyak akan mempengaruhi hubungan bilateral Indonesia-Timor Leste. Sehubungan dengan hal tersebut, penguatan hubungan Indonesia-Timor Leste dan penguatan hubungan ASEAN–Timor Leste melalui masuknya Timor Leste ke ASEAN sedikit banyak diharapkan dapat memperkecil pengaruh China di negara tersebut.

8. Beberapa kalangan melihat bahwa sikap agresif China mengenai masalah wilayah dan perbatasan tersebut sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh sistem politik China yang masih bersifat otoriter oleh Partai Komunis China. Agresivitas China terkait isu tersebut merupakan upaya pemerintah China untuk memperkuat legitimasi politik di mata rakyat China. Secara teoritis sentimen nasionalisme, masalah wilayah dan perbatasan merupakan sumber legitimasi politik. Oleh karenanya, sekiranya China mengalami krisis politik dalam negeri, diperkirakan China akan semakin agresif terhadap negara-negara di kawasan. Seberapa jauh China agresif dalam menggunakan kekuatan militer akan ditentukan oleh seberapa jauh keterlibatan dan komitmen AS bagi keamanan kawasan dan perbandingan relatif kekuatan militer China dengan negara-negara di kawasan.

9. Beberapa kalangan juga mempertanyakan motivasi sebenarnya dari keterlibatan China dengan negara-negara di kawasan. Sejarah menunjukkan bahwa China mendekatkan diri dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada saat negara-negara barat dan Amerika bersifat kritis terhadap China khususnya terkait dengan masalah demokrasi dan HAM, sebagaimana yang dilakukan China dalam normalisasi hubungan dengan beberapa negara Asia Tenggara pada tahun 1990-an setelah barat bersikap kritis pasca tragedi Tiananmen tahun 1989. Selain itu, kedekatan tersebut juga didorong oleh kepentingan akan potensi kawasan bagi pasar produk China. Untuk itu, perlu adanya langkah-langkah antisipasi untuk meng-contain China sekiranya China semakin agresif dan the rise of China sudah menjadi the source of threat. Sehubungan dengan hal tersebut, negara-negara ASEAN perlu melakukan koordinasi kebijakan luar negeri terhadap China.

10. Nampaknya agresivitas China dan China as a threat lebih banyak ditentukan oleh sistem politik negara tersebut yang bersifat otoriter. Oleh karena itu, sebenarnya the ultimate solution dari the rise of china as a threat adalah reformasi politik secara bertahap menuju sistem yang demokratis di China.

Penanganan isu-isu Keamanan Non Tradisional

11. Kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur juga dihadapkan pada berbagai tantangan keamanan non-tradisional seperti masalah-masalah lingkungan, perubahan iklim, sea level rise, masalah pangan, ketersediaan energi, terorisme, human trafficking dan kemiskinan. Berbagai permasalahan keamanan non tradisional tersebut telah mendorong terjadinya migrasi penduduk baik dalam rangka tenaga kerja maupun human trafficking dan people smuggling, sebagaimana yang dilakukan oleh sekelompok asylum seekers dari Sri Lanka yang berusaha masuk Australia melalui wilayah Indonesia.

12. Kerjasama antar negara di kawasan dalam penanganan masalah-masalah keamanan non tradisional tersebut akan berdampak positif terhadap pembentukan arsitektur keamanan regional. Selain itu, masih perlu juga dilihat apakah rejim internasional dapat dibentuk baik dalam kerangka PBB, regional maupun ASEAN untuk merespon berbagai ancaman tersebut.

Pengantar

Hi, Selamat Datang di blog Saya, House of Thinkers. Seperti terbersit dalam nama, blog ini memang dirancang sebagai wahana untuk bertukar fikiran mengenai berbagai hal terkait hubungan internasional dan politik luar negeri. Blog ini juga akan memuat beberapa pemikiran baik yang orisinil maupun rangkuman dari berbagai pendapat komentar orang lain, dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Silahkan digunakan sekiranya memang ada yang bisa dimanfaatkan. Mohon maaf kepada para narasumber sekiranya ada kesalahan atau kekurangakuratan dalam menyajikan referensi.

Para pembaca budiman bebas memberikan komentar dan memberikan masukan yang kontruktif demi peningkatan kualitas blog ini.

Semoga kehadiran blog ini memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.

Selamat bergabung